Jangan khawatir, krisis SVB berbeda dengan krisis sebelumnya

Krisis SVB yang sedang terjadi bukanlah krisis serupa dengan yang terjadi sebelumnya. Ia adalah krisis yang berbeda dengan sebelumnya. Kebutuhan untuk mengatasi krisis ini juga berbeda. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk mengatasi krisis ini juga berbeda dengan krisis sebelumnya. Jangan khawatir, krisis SVB ini dapat diatasi. Pemerintah telah mengambil berbagai langkah untuk membangun kembali ekonomi dan memastikan bahwa dampak krisis ini dapat diminimalkan. Semua orang bisa berpartisipasi dalam mengatasi krisis ini dengan menjaga pola hidup sehat dan mengurangi pengeluaran. Dengan demikian, krisis SVB dapat diatasi dengan sukses.

IndoPulsa.Co.id – Jangan khawatir, krisis SVB berbeda dengan krisis sebelumnya

Blog Indo Pulsa – Runtuhnya Silicon Valley Bank (SVB) menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku industri dan investor. Perilaku tergesa-gesa banyak terjadi pada nasabah perbankan, seperti yang terjadi di First Republic Bank dan Signature Bank of New York, dimana banyak nasabah yang terburu-buru menarik dana dari bank-bank tersebut.

Saham-saham perbankan di Indonesia juga tampak tertarik dengan sentimen negatif dari jatuhnya SVB yang terlihat dari turunnya saham-saham perbankan tanah air hari ini. IHSG juga terpantau turun lebih dari 2%. Melihat sentimen negatif akibat ambruknya SVB, pengamat sekaligus mantan pengawas bank, Viraguna Bagoes Oka, menilai apa yang terjadi pada SVB berbeda dengan krisis sebelumnya.

Apa yang terjadi pada SVB saat ini lebih disebabkan oleh tingkat suku bunga yang fluktuatif. The Fed yang belakangan ini gencar menaikkan suku bunga acuannya, telah mempengaruhi nilai aset perbankan, terutama bagi bank seperti SVB, yang terlibat dalam segmen pembiayaan start-up, yang juga sedang mengalami periode musim dingin teknologi. .

“Krisis SVB bukan disebabkan oleh toxic assets seperti yang terjadi pada krisis 1998 dan 2008, karena lebih dari 50% aset SVB berbentuk T-Bonds (sama seperti SBN) melainkan kegagalan fungsi manajemen risiko. dalam mengurangi risiko fluktuasi suku bunga. Secara teori, ada hubungan terbalik antara harga obligasi dan suku bunga. Karena The Fed gencar menaikkan suku bunga untuk mengatasi inflasi, terjadi penurunan drastis nilai aset SVB,” jelas Oka kepada Asianpost, Selasa, 14 Maret 2023.

Karena tidak disebabkan oleh toxic asset seperti yang terjadi pada krisis tahun 1998 dan 2008, maka yang terjadi pada SVB, menurut Oka, tidak berpotensi berdampak luas pada sistem keuangan secara keseluruhan karena tidak ada toxic asset yang terdistribusi. Jika krisis tahun 1998 dipicu oleh tumpukan aset-aset beracun berupa Non Performing Loan (NPL) akibat kenaikan drastis nilai tukar US$ terhadap mata uang lokal, sedangkan pada krisis tahun 2008 aset-aset beracun tersebut . portofolio Sub Prime Mortgage Backed Securities (MBS, CDO).

“Selain itu, dalam hal transaksi antar lembaga keuangan yang dalam banyak hal juga dapat menjadi media transmisi krisis, hal ini tidak berpotensi besar terjadi karena pada dasarnya dalam kegiatan usahanya, SVB adalah bank yang koneksinya kecil. dengan sistem keuangan tetapi sepenuhnya terkait dengan sektor teknologi,” kata Oka.

“Apa yang terjadi hari ini di SVB lebih merupakan ketidaksesuaian dalam manajemen aset-kewajiban, di mana kewajiban jangka pendek melebihi aset jangka pendek yang tersedia, yang bertepatan dengan hilangnya kapasitas untuk menarik dana eksternal karena sentimen negatif terhadap bank yang disebabkan oleh depresiasi aset yang drastis dan badai yang melanda perusahaan teknologi yang selama ini menjadi deposan utama SVB,” tambah Oka.

Akibatnya, SVB mengalami keketatan likuiditas dan ketika terjadi kepanikan, deposan berusaha menarik dananya dari bank. Ini menjadi dasar utama bagi otoritas untuk menghentikan kegiatan usaha bank dan mengalihkannya ke US Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC).

Kemudian, dari segi solvabilitas, Oka menjelaskan bahwa SVB masih memiliki potensi besar untuk melanjutkan usahanya karena tidak mengalami permodalan negatif yang dibuktikan dengan pada saat keruntuhan bank tersebut tidak ‘diserang’ oleh investor yang membuat transaksi singkat atas saham mereka seperti yang terjadi dengan Lehman Brothers sebelum jatuhnya.

Situasi yang ada dengan SVB adalah akibat langsung dari tekanan pada sektor teknologi saat ini. Dan pada saat yang sama, kenaikan suku bunga berdampak pada penurunan drastis dukungan pendanaan dari modal ventura. Perusahaan teknologi kemudian harus bersaing dengan prospek ekonomi yang lebih lemah dan kenaikan biaya, mengakibatkan banyak PHK di perusahaan teknologi yang pada saat itu tidak terpikirkan untuk memicu kebangkrutan bank seperti yang terjadi dengan SVB.

“Selain itu, FDIC memiliki 2 opsi sebagai solusi. Pertama, cari investor yang bersedia mengakuisisi aset & kewajiban bank agar bank bisa hidup kembali. Kedua, memulai proses likuidasi dan pembayaran dana deposan. Beberapa nama disebut berminat, mulai dari Elon Musk, Softbank, dan SWF Middle East,” pungkasnya. Steven Wijaya

.

Krisis SVB yang terjadi di Indonesia saat ini adalah situasi yang berbeda dari krisis ekonomi sebelumnya. Pemerintah telah bertindak cepat untuk mencegah dampak yang lebih merusak dan telah mengambil berbagai tindakan untuk melindungi keuangan masyarakat. Meskipun masih ada keraguan tentang dampak jangka panjang dari krisis ini, masih ada alasan untuk berharap bahwa situasi dapat pulih. Jadi, jangan khawatir dan gunakan IndoPulsa.co.id untuk transaksi keuangan Anda untuk mengurangi risiko.

indopulsa logo

Aplikasi jual pulsa & kuota paling murah, voucher game, emoney / uang elektronik, token listrik, voucher internet, tv dan bayar tagihan online paling lengkap di Indonesia dengan sistem satu saldo deposit untuk semua layanan.

Contact

PT. KIOS PULSA INDONESIA

Nguntoronadi RT25 RW01, Kec. Nguntoronadi Kab. Magetan, Jawa Timur 63383