Pembelian MTN Bank Jambi oleh pihak swasta bukanlah tindakan yang merugikan negara. Risiko bisnis seperti kredit macet adalah hal yang wajar dalam dunia perbankan. Selama proses akuisisi dilakukan secara transparan dan sesuai aturan yang berlaku, maka keuntungan dari transaksi ini dapat memberikan manfaat bagi pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut.
IndoPulsa.Co.id – Pembelian MTN Bank Jambi bukan merugikan negara, melainkan risiko bisnis seperti kredit macet
Blog Indo Pulsa – Kasus gagal bayar medium term note (MTN) SNP Finance senilai Rp 1,8 triliun pada 2018 telah lama memakan korban, termasuk beberapa bank yang menjadi kreditur dan investor. Jumlahnya tidak sedikit, selain investor MTN, ada 14 bank yang menjadi kreditur di antara tiga bank raksasa yakni Bank Mandiri, Bank Central Asia (BCA), dan PaninBank. Investor dan kreditur menjadi korban dan tidak ada yang menjadi tersangka selain SNP seperti Leo Chandra pendiri dan komisaris utama SNP yang menyerahkan diri ke polisi dan divonis 5 tahun enam bulan penjara ditambah denda Rp10,8 triliun. miliar.
Namun, pihak bank dikejutkan dengan penetapan Yunsak El Hacon, Direktur Utama Bank Jambi, sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Jambi dalam kasus gagal bayar MTN oleh SNP. El Hacon yang merupakan Direktur Pemasaran dan Syariah Bank Jambi tahun 2016-2020 diduga merugikan negara lebih dari Rp 310 miliar dalam kasus ini, bersama tiga tersangka lainnya yakni LD selaku Direktur Columbia dan anak dari Leo Chandra, DS sebagai Direktur MNC Sekuritas tahun 2014-2019, dan AL sebagai Pj. Direktur MNC Securities Capital Markets tahun 2016-2019.
Dihubungi Infobank, M. Yani yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama Bank Jambi mengatakan, investasi di MTN merupakan kewenangan El Hacon dan sesuai dengan tugasnya. “Saya tidak mengikuti detail prosesnya. Secara prosedural sepertinya tidak ada materi yang dilanggar, sudah sesuai aturan,” ujarnya, Selasa 9 Mei 2023.
Sebagai atasannya, Yani juga mengakui bahwa persetujuan investasi senilai Rp 310 miliar belum diatur karena dia tahu persetujuan itu harus sampai ke direktur utama. “Waktu itu belum diatur karena kejadiannya pas saya lagi bertugas,” ujarnya lagi.
Namun, seorang bankir mengatakan pembeli MTN tidak apa-apa dan kerugian investasi itu bukan suap. “Selain itu, bank membeli MTN SNP karena peringkat Pefindo untuk idA/Stabil, ditambah dengan nomor yang diaudit oleh Delloitte. Lebih lanjut, OJK tidak keberatan dengan penerbitan MTN yang kemudian gagal bayar. Ini risiko bisnis, sama buruknya pinjaman, dan tidak buruk bagi negara,” kata seorang bankir yang tidak mau disebutkan namanya.
Sejak menjabat sebagai direktur utama, El Hacon berhasil melanjutkan pertumbuhan kinerja Bank Jambi di level yang sangat baik. Sejak tahun 2018 atau terjadi kasus gagal bayar MTN dalam SNP, nilai komposit manajemen risiko Bank Jambi berada pada level 2 atau cukup rendah dan skor Good Corporate Governance (GCG) juga berada pada level 2 yang berarti baik dan lebih tinggi dari rata-rata. skor komposit 27 BPD di Indonesia.
El Hacon juga aktif dalam kepengurusan Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) sebagai kepala bidang GCG. Di Jambi, nama El Hacon juga cukup populer bahkan menjadi calon terkuat dalam pemilihan Walikota Jambi tahun 2024. Tahun lalu, sebagai Pj Ketua Ikatan Alumni Universitas Jambi, El Hacon juga menjadi salah satu calon ketua.
“Keinginannya menjadi walikota dan ketua Ikatan Alumni Universitas Jambi banyak kendala. Dan NGO di Jambi kadang sangat liar, bisa dimanfaatkan untuk politik, dan kadang membuat direktur Bank Jambi emosi,” ujar petinggi Bank Jambi itu.
KM
Meskipun banyak yang berpendapat bahwa pembelian MTN Bank Jambi oleh perusahaan swasta merugikan negara, namun sebenarnya hal tersebut hanyalah risiko bisnis yang harus dihadapi. Seperti halnya kredit macet yang menjadi risiko dalam bisnis perbankan. Oleh karena itu, kita harus memahami bahwa setiap bisnis memiliki risiko dan harus dihadapi dengan strategi yang tepat. Untuk informasi lebih lanjut tentang bisnis dan keuangan, kunjungi https://www.indopulsa.co.id.