Jika AS gagal membayar hutang sebesar USD 31,46 triliun, dampaknya akan sangat besar bagi perekonomian global. Nilai dolar AS akan turun drastis, memicu kepanikan di pasar keuangan dunia. Hal ini akan berdampak pada harga barang dan jasa, serta investasi dan perdagangan internasional. Negara-negara berkembang yang bergantung pada dolar AS akan terkena dampak paling besar. Oleh karena itu, AS harus memperhatikan dan mengatur keuangan negaranya dengan baik agar tidak terjadi hal yang merugikan bagi negara-negara lain.
IndoPulsa.Co.id – Dampak Besar Jika AS Gagal Bayar Hutang USD 31,46 Triliun
Blog Indo Pulsa – Amerika Serikat (AS) kini dihantui risiko gagal bayar utang senilai US$31,46 triliun atau setara Rp463.000 triliun.
Hingga kini, keputusan antara DPR AS, Senat, dan Presiden Joe Biden, khususnya dalam membahas kenaikan pagu utang federal, belum mencapai kesepakatan.
Departemen Keuangan AS sendiri telah memperingatkan bahwa Pemerintah AS kemungkinan akan kehabisan dana pada 1 Juni untuk membayar sejumlah pengeluaran.
“Proyeksi kami saat ini adalah bahwa pada awal Juni, suatu hari akan tiba ketika kami tidak dapat membayar tagihan kami kecuali Kongres menaikkan plafon utang, dan itu adalah sesuatu yang saya sangat mendesak Kongres untuk melakukannya,” kata Menteri Keuangan AS Janet Yellen. CNBC, 9 Mei 2023.
Menurut dia, jika AS gagal membayar utangnya, bisa mengakibatkan hilangnya pekerjaan dan tingkat bunga yang lebih tinggi di masa mendatang.
Mengutip VOA Indonesia, Presiden Joe Biden dijadwalkan bertemu dengan Ketua DPR Kevin McCarthy dan pimpinan lainnya pada Selasa (9/5).
Banyak yang berspekulasi, apa yang akan terjadi jika Kongres tidak menaikkan atau menangguhkan batas utang tepat waktu?
Wendy Edelberg, rekan senior dalam studi ekonomi di Brookings Institution, mengatakan kemungkinan Departemen Keuangan akan mengikuti rencana darurat 2011 ketika negara menghadapi situasi serupa.
Berdasarkan rencana ini, tidak akan terjadi gagal bayar atas obligasi pemerintah AS (US Government bond) dan Pemerintah AS akan membayar bunga obligasi tersebut pada saat jatuh tempo.
“Saat obligasi pemerintah jatuh tempo, Kementerian Keuangan akan membayar pokok obligasi dengan cara melelang obligasi baru dengan jumlah yang sama agar tidak menambah seluruh stok utang yang dimiliki masyarakat,” katanya.
Namun, pembayaran lain, katanya, seperti kepada lembaga pemerintah, penerima jaminan sosial, atau penyedia asuransi kesehatan Medicare kemungkinan besar akan ditunda kecuali Departemen Keuangan dapat memenuhi semua kewajiban yang jatuh tempo pada hari tertentu.
Penutupan pemerintah tidak mungkin terjadi, meskipun gaji pekerja federal dapat ditunda
Ekonom Moody’s Analytics Bernard Yaros mengatakan situasi saat ini mirip dengan krisis keuangan 2008, ketika Kongres gagal meloloskan rencana penyelamatan besar bagi bank yang kegagalannya memicu aksi jual di pasar saham yang menekan anggota parlemen.
Dan suku bunga akan naik, terutama imbal hasil obligasi pemerintah dan suku bunga hipotek, kata Yaros kepada AFP. “Itu akan menyebabkan biaya pinjaman yang lebih tinggi bagi konsumen, bagi perusahaan,” katanya.
“Suku bunga jangka panjang hanya akan lebih tinggi secara permanen, terutama imbal hasil surat utang AS, karena investor akan menuntut kompensasi atas risiko pelanggaran lain di masa depan,” tambahnya.
Dalam jangka panjang, nilai dolar juga bisa lebih rendah. Sebaliknya, rumah tangga atau bisnis yang gagal menerima pembayaran federal juga cenderung mengurangi pengeluaran jangka pendek karena kehilangan pendapatan. Sementara itu, kepercayaan konsumen dapat menurun dan mempengaruhi perekonomian.
Jika AS gagal membayar hutang USD 31,46 triliun, dampaknya akan sangat besar tidak hanya bagi AS tetapi juga dunia. Kondisi ini dapat memicu krisis ekonomi global, inflasi, dan penurunan nilai tukar mata uang. Oleh karena itu, pengelolaan hutang yang baik sangat penting. Untuk informasi lebih lanjut tentang keuangan, kunjungi Indopulsa.