Dampak Runtuhnya SVB, OJK Minta Bank Perkuat Tata Kelola dan Manajemen Risiko

Runtuhnya bank swasta lokal kecil SVB memicu kekhawatiran di industri perbankan Indonesia. OJK menyarankan bank untuk memperkuat tata kelola dan manajemen risiko untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Dengan pemimpin dan manajemen yang kompeten, dan pengaturan risiko yang ketat, bank bisa menghindari kerugian besar dan memanfaatkan momen lebih baik.

IndoPulsa.Co.id – Dampak Runtuhnya SVB, OJK Minta Bank Perkuat Tata Kelola dan Manajemen Risiko

Blog Indo Pulsa – Penutupan Silicon Valley Bank (SVB) di Amerika Serikat pada dasarnya dipicu oleh permasalahan teknis bagi individu bank terkait mismatch asset & liability management yang tidak tercakup oleh ketersediaan likuiditas dan permodalan yang cukup sehingga memicu permasalahan psikologis dengan penurunan kepercayaan terhadap lembaga keuangan. Akibatnya, penurunan kepercayaan telah memberikan efek riak pada beberapa bank lain dan telah menyebar ke seluruh yurisdiksi.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menilai pelemahan perbankan global saat ini terutama dipicu oleh kegagalan bank-bank tertentu di Amerika Serikat dan Eropa yang tidak berdampak signifikan terhadap industri perbankan Indonesia.

Dalam pertemuannya dengan Basel Committee on Banking Supervision (BCBS), Dian meminta perbankan Indonesia untuk terus memperkuat penerapan tata kelola, manajemen risiko, dan prinsip kehati-hatian, antara lain dengan melakukan stress test dan pemantauan portofolio aset dan liabilitas bank termasuk risiko. konsentrasi pada pinjaman dan pembiayaan.

Saat ini, ia mencermati aset perbankan juga dijaga pada komposisi yang proporsional dengan komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK) yang didominasi oleh giro dan tabungan (CASA) atau dana murah yang semakin meningkat sehingga tidak sensitif terhadap pergerakan suku bunga.

Lebih lanjut, dalam menghadapi kasus SVB dan spillover effect-nya, meski dampaknya minim terhadap industri perbankan Indonesia, Dian menegaskan kepada perbankan bahwa prinsip dasar kehati-hatian tetap menjadi perhatian.

“Rasio kecukupan modal dan ketersediaan likuiditas pada aset-aset berkualitas harus dijaga. Praktik spekulatif dari perilaku pengambilan risiko yang berlebihan harus dihindari. Selain itu, untuk menguji ketahanan perbankan, bank sering diminta melakukan stress test dalam berbagai skenario,” ujar Dian dalam keterangannya yang dikutip, Senin, 27 Maret 2023.

Belajar dari kegagalan SVB, BCBS juga terus menekankan pentingnya kecukupan modal dan ketersediaan likuiditas yang cukup. Biaya modal dan ketersediaan likuiditas yang cukup dianggap mahal dan tidak efisien.

Namun, BCBS juga mengingatkan bahwa keterbatasan modal dan likuiditas akan menimbulkan kerugian yang jauh lebih besar jika industri perbankan gagal mengantisipasi pergerakan/gejolak ekonomi makro global dan gagal menjaga kepercayaan masyarakat.

Biaya ekonomi dan sosial akan sangat besar dan bahkan lebih mahal, apalagi jika hal ini memicu efek limpahan global. Kasus-kasus kegagalan SVB atau Lehman Brothers sebelumnya telah memberi kita pelajaran yang sangat berharga.

Selain itu, BCBS menilai situasi ekonomi makro global saat ini berada pada level yang sangat dinamis. Meningkatnya pergerakan inflasi global akibat terganggunya rantai pasok komoditas dan energi direspons dengan menaikkan suku bunga di berbagai yurisdiksi.

Situasi seperti itu akan semakin membatasi pertumbuhan ekonomi global. Perubahan kondisi makro yang cepat tersebut memberikan tekanan yang besar bagi industri keuangan, khususnya perbankan.

Sebagaimana diketahui, berbagai indikator menunjukkan perbankan Indonesia berada dalam kondisi yang kuat dengan rata-rata rasio kehati-hatian yang masih berada di atas rata-rata perbankan global. Sebagai gambaran, pada Januari 2023, rasio kecukupan modal (CAR) sebesar 25,93% dan sekitar 85% komponen modal tergolong modal inti.

Sebagai perbandingan, rasio modal inti bank Amerika adalah 13,52% dan Eropa adalah 16,13%. Selain itu, kinerja likuiditas perbankan Indonesia terjaga dengan baik yang dibuktikan dengan Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) yang tercatat masing-masing sebesar 232,22% dan 134,58%.

Situasi likuiditas ini juga jauh lebih baik dibandingkan rasio LCR dan NSFR bank-bank di Amerika yang masing-masing sebesar 120,43% dan 123,20%, dan bank-bank di Eropa yang masing-masing sebesar 152,39% dan 120,2%.

Editor: Rezkiana Nisaputra

Pasca Dampak Runtuhnya SVB, OJK Minta Bank Perkuat Tata Kelola dan Manajemen Risiko muncul pertama kali di Infobanknews.

Dampak Runtuhnya SVB, OJK Minta Bank Perkuat Tata Kelola dan Manajemen Risiko. Bank harus meningkatkan tata kelola dan manajemen risiko setelah kejatuhan SVB. Indopulsa.co.id memberikan panduan lengkap tentang industri keuangan yang selalu berubah untuk mendukung keberhasilan bisnis Anda. Dapatkan informasi lebih lanjut di sini.

indopulsa logo

Aplikasi jual pulsa & kuota paling murah, voucher game, emoney / uang elektronik, token listrik, voucher internet, tv dan bayar tagihan online paling lengkap di Indonesia dengan sistem satu saldo deposit untuk semua layanan.

Contact

PT. KIOS PULSA INDONESIA

Nguntoronadi RT25 RW01, Kec. Nguntoronadi Kab. Magetan, Jawa Timur 63383