...

Menjelajahi Lebih Dalam Tentang Kebutuhan Perbankan untuk Usaha Mikro dan Kecil di Indonesia.

Perbankan memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan usaha mikro dan kecil di Indonesia. Dalam memenuhi kebutuhan mereka, perbankan harus memahami karakteristik dan tantangan yang dihadapi oleh usaha mikro dan kecil. Pemahaman ini akan membantu perbankan dalam memberikan solusi finansial yang tepat untuk mempercepat pertumbuhan usaha mikro dan kecil di Indonesia.

IndoPulsa.Co.id – Memahami Lebih Lanjut Kebutuhan Perbankan Bagi Usaha Mikro dan Kecil di RI

Oleh Shobhit Awasthi, Eric Buntoro, dan Kevin Wibowo

SUDAH Tidak dapat disangkal bahwa Indonesia adalah salah satu pasar perbankan paling menarik di dunia saat ini. Pasar perbankan Indonesia menghasilkan lebih dari Rp500 triliun (US$35 miliar) dalam pendapatan yang disesuaikan dengan risiko pada tahun 2022, tumbuh sebesar 14% setiap tahun sejak tahun 2020 ketika pasar dipengaruhi oleh COVID-19. Indonesia diperkirakan akan terus memimpin pertumbuhan pasar di kawasan Asia bersama dengan Vietnam.

Berdasarkan survei Bank Dunia pada tahun 2021, hanya 52% dari seluruh orang dewasa di Indonesia yang memiliki rekening dari lembaga keuangan atau penyedia layanan transaksi elektronik (mobile money), mengalami peningkatan hanya kurang dari 3% poin lebih tinggi dibandingkan survei serupa di tahun 2021. 2017. Artinya, masih banyak lagi yang underbanked atau unbanked.

Dari berbagai segmen tersebut, usaha mikro dan kecil merupakan dua segmen yang sangat menantang bagi industri perbankan untuk melayani secara efektif, dan akan terus menjadi tantangan bahkan bagi bank yang sudah mapan. Ada empat alasan yang melatarbelakanginya, yakni satu, banyaknya pengusaha mikro dan kecil. Sekitar 99% dari seluruh bisnis di Indonesia dapat diklasifikasikan sebagai usaha mikro dan kecil. Dan semua bisnis tersebut menyediakan lapangan kerja bagi 97% tenaga kerja di Indonesia. Jauh lebih besar dari negara Asia Tenggara lainnya yang hanya mempekerjakan sekitar 50-70%.

Dua, usaha mikro di Indonesia jauh lebih ‘mikro’ dibanding negara lain di Asia Tenggara. Di Indonesia, bisnis dengan pendapatan tahunan Rp 250 juta (sekitar US$21.000) dianggap sebagai usaha mikro, sekitar sepertiga dari definisi bisnis mikro di Thailand — dengan kriteria pendapatan tahunan di bawah US$58.000. Jika dibandingkan dengan Malaysia dengan kriteria pendapatan tahunan sekitar US$72.000, perbedaannya bahkan lebih besar.

Tiga, sebagian besar usaha mikro dan kecil di Indonesia bersifat informal. Misalnya, diperkirakan sekitar 52% usaha mikro dan kecil tidak memiliki dokumentasi usaha yang memadai. Dan keempat, masih mengandalkan uang tunai sebagai metode pembayaran utama. Hampir 65% usaha mikro dan lebih dari separuh usaha kecil menyatakan masih menggunakan uang tunai sebagai alat pembayaran.

Usaha mikro dan kecil juga sebagian besar berada di pedesaan, yang menjadi salah satu penyebab sulitnya meyakinkan para pengusaha tersebut untuk menjalankan usahanya melalui perbankan. Namun, ada tanda-tanda bahwa generasi baru pengusaha mikro dan kecil lebih terbuka terhadap layanan keuangan formal, bahkan layanan di luar layanan perbankan yang biasa disediakan oleh bank.

McKinsey’s Customer 360 Insights Asia Micro & Small Business Banking menyurvei lebih dari 2.700 usaha mikro dan kecil di sembilan negara Asia untuk memahami tantangan yang mereka hadapi, pandangan mereka tentang teknologi, dan hubungan mereka dengan bank. Khusus di Indonesia, ditemukan bahwa 90% pengusaha kecil dan mikro terbuka terhadap teknologi untuk mengelola usahanya. 60% populasi juga memperkirakan saluran online akan menjadi saluran penjualan utama mereka untuk 12 hingga 24 bulan ke depan. Pergeseran besar-besaran menuju digitalisasi dan model bisnis online juga menjadi landasan untuk mewujudkan inklusi keuangan bagi segmen ini di masa depan yang telah menjadi prioritas nasional.

Di kalangan pelaku usaha mikro dan kecil yang memiliki relasi dengan bank, sekitar 98% merasa puas dengan bank induk yang mereka gunakan saat ini. Dari segi loyalitas, nasabah ini menggunakan 60-75% layanan dari relasi perbankan. Lebih tinggi dari hasil survey negara Asia lainnya yang hanya berkisar 40-60%. Untuk memanfaatkan basis pelanggan yang menjanjikan ini, penting bagi bank untuk memahami cara memberi nilai tambah pada usaha mikro dan kecil.

Salah satu pendekatan penting yang dapat dilakukan bank adalah menjadi ‘mitra holistik’ bagi pengusaha mikro dan kecil yang membantu mereka mengembangkan bisnis mereka lebih jauh. Untuk mewujudkan hal tersebut, setiap bank dapat membangun aset dan kapabilitasnya dalam lima dimensi utama berikut ini. Pertama, membangun model distribusi online to offline. Usaha mikro dan kecil masih membutuhkan model bisnis yang melibatkan interaksi fisik dan digital. Saluran digital umumnya lebih berguna untuk tugas-tugas sederhana, seperti mengelola saldo rekening dan mentransfer dana, sesuai dengan preferensi setengah dari bisnis yang mengikuti survei ini. Namun, untuk interaksi yang lebih kompleks, seperti mengajukan pinjaman, hampir 70% peserta survei memilih interaksi fisik.

Kedua, berinvestasi dalam tenaga penjualan yang ‘selalu aktif’ untuk membantu usaha mikro dan kecil. Manajer hubungan adalah sumber daya yang sangat dihargai oleh sebagian besar pemilik usaha mikro dan kecil. Pelanggan ini lebih menyukai pertemuan tatap muka, dapat menghubungi manajer hubungan kapan saja saat dibutuhkan, dan interaksi atau kontak yang relatif sering. Oleh karena itu, bank perlu membentuk tim penjualan yang dapat menjalin hubungan dengan para pelaku usaha tersebut dan dapat membantu mereka dalam mengembangkan usahanya. Meskipun preferensi terhadap digital banking di segmen ini diperkirakan akan terus meningkat, Bank didorong untuk melakukan transformasi digital dengan melengkapi tim penjualan dengan alternatif teknologi digital seperti chatbot dan konsultasi jarak jauh (remote advice).

Ketiga, rancang produk perbankan digital yang aman dan nyaman. Jika tetap mengandalkan model bisnis fisik, bank bisa mengalami kelebihan biaya operasional. Namun, usaha mikro dan kecil masih membutuhkan waktu untuk memahami bagaimana menggunakan teknologi digital dalam aktivitas bisnis sehari-hari, sehingga bank perlu mengingat bahwa transformasi akan terjadi secara perlahan untuk segmen ini. Solusi sederhana yang dirancang untuk memberikan kecepatan dan keamanan dapat meyakinkan para pebisnis ini bahwa mengimplementasikan perbankan digital dalam bisnis sehari-hari lebih mudah dan bermanfaat, dan tidak sesulit yang dibayangkan.

Keempat, memberikan nilai tambah selain layanan perbankan. Sebagian besar usaha mikro dan kecil tidak terlalu meminta layanan bernilai tambah dari bank yang mereka gunakan. Namun, penawaran layanan tambahan yang ditargetkan dapat membantu bank memperoleh lebih banyak pelanggan dan memperkuat hubungan mereka dengan pelanggan ini. Misalnya, Bank Rakyat Indonesia (BRI) telah banyak berinvestasi dalam membangun layanan baru, seperti LinkUMKM dan Pasar.ID, yang membantu memperluas jaringan usaha mikro dan kecil serta mengembangkan hubungan dengan pelanggan yang sudah ada.

Dan kelima, bekerja sama dengan pemerintah dalam distribusi pelayanan. Inklusi keuangan menjadi prioritas bagi Indonesia. Pemerintah telah berkomitmen sebesar Rp460 triliun (sekitar US$30 miliar) untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada tahun 2023, dengan peningkatan sekitar 37% per tahun sejak tahun 2020. Program ini membantu bank menawarkan kredit murah kepada nasabah, serta mendapatkan keuntungan dari tarif bersubsidi dari pemerintah. Kolaborasi dengan pemerintah dapat membantu bank memperluas penawaran produknya ke segmen usaha mikro dan kecil sambil mempertahankan model bisnis yang berkelanjutan untuk jangka panjang.

Usaha mikro dan kecil memiliki potensi besar untuk membentuk masa depan Indonesia serta pasar perbankan di negeri ini. Bank yang dapat memberikan layanan dan membantu pertumbuhan bisnis ini akan menuai banyak keuntungan di tahun-tahun mendatang. Persaingan di pasar ini diperkirakan akan terus kuat dan kesuksesan hanya akan diraih oleh bank dengan model bisnis yang tepat.

*) Tentang Penulis; Shobhit Awasthi adalah Partner dari McKinsey & Company Singapore Office, Eric Buntoro adalah Associate Partner dan Kevin Wibowo adalah Engagement Manager, keduanya dari McKinsey & Company Blog Indo Pulsa Office.

Dalam era digital, perbankan semakin memahami kebutuhan usaha mikro dan kecil di Indonesia. Dukungan teknologi dan layanan yang mudah diakses membuat perbankan menjadi mitra strategis bagi pengusaha. Indopulsa.co.id sebagai penyedia layanan pembayaran digital dapat membantu perkembangan usaha mikro dan kecil dengan kemudahan transaksi dan pengelolaan keuangan. Kunjungi Indopulsa.co.id untuk informasi lebih lanjut.

indopulsa logo

Aplikasi jual pulsa & kuota paling murah, voucher game, emoney / uang elektronik, token listrik, voucher internet, tv dan bayar tagihan online paling lengkap di Indonesia dengan sistem satu saldo deposit untuk semua layanan.

Contact

PT. KIOS PULSA INDONESIA

Nguntoronadi RT25 RW01, Kec. Nguntoronadi Kab. Magetan, Jawa Timur 63383