Moratorium pencabutan klaim kredit dapat meningkatkan inklusi keuangan dengan memberikan kesempatan bagi masyarakat yang belum mampu membayar kredit untuk tetap memiliki akses terhadap layanan keuangan. Hal ini dapat meningkatkan jumlah nasabah bank dan memperluas akses terhadap produk keuangan yang lebih baik. Dengan demikian, inklusi keuangan di Indonesia akan semakin meningkat dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat.
IndoPulsa.Co.id – Moratorium Pencabutan Klaim Kredit Dapat Meningkatkan Inklusi Keuangan
Blog Indo Pulsa – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan membatalkan moratorium fintech peer to peer lending atau izin pinjol online. Moratorium direncanakan akan dicabut pada kuartal ketiga tahun 2023.
Di tengah maraknya tren kredit macet di fintech lending, apakah pencabutan moratorium izin pinjam bisa dibenarkan?
Menanggapi hal tersebut, Kuseryansyah, Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Reksa Dana Indonesia (AFPI), menilai OJK memiliki pertimbangan dan perhitungan terkait pencabutan moratorium pinjaman tersebut. Salah satunya adalah meningkatkan inklusi keuangan.
“Salah satu pemicu moratorium adalah inklusi keuangan. Mungkin di mata regulator masih ada segmen yang belum terisi,” kata Kus
Selain itu, kata Kus, pencabutan moratorium pinjaman memberi kesempatan kepada pendatang baru untuk mencoba.
“Itu juga pertimbangan OJK. Kalau ternyata OJK cabut moratorium, berarti kita punya teman baru, promotor baru, harapannya memperkuat industri, melengkapi yang kurang,” ujarnya.
Cuma saya, kata Kus, pemain baru akan menghadapi perizinan yang ketat sesuai POJK 10/2022. Pertama, dari sisi permodalan, mereka harus kuat, harus memiliki ekosistem bisnis yang sudah berjalan, atau menjadi bagian dari grup perusahaan, atau memiliki lembaga keuangan seperti bank.
“Kalau OJK mengeluarkan izin, bisa dipastikan profiling itu kuat dari segi permodalan, kuat dari segi ekosistem, dan pasti berlatar belakang industri keuangan, karena kalau tidak akan sulit,” katanya.
Sementara itu, Senior Researcher Core Indonesia Etikah Karyani Suwondo mengatakan, rencana OJK membatalkan moratorium pinjaman bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, bunga memberikan pertumbuhan inklusi keuangan yang lebih baik.
“Konsumen dapat memberikan perlindungan yang lebih baik karena terhindar dari praktik-praktik berbahaya atau penipuan, terjerat pinjaman dengan bunga tinggi dan jangka waktu lama,” katanya.
Di sisi lain, lanjut Etikah, adanya pinjaman baru dikhawatirkan akan membuat masyarakat menjadi ketergantungan. Terutama bagi mereka yang terkendala masalah akses dana (unbankable) di saat darurat.
“Oleh karena itu, OJK sebagai regulator harus mempertimbangkan kemungkinan cara atau alternatif lain yang aman dan terjangkau. Literasi keuangan juga terus ditingkatkan untuk mengurangi risiko, meningkatkan kesadaran dan melindungi konsumen,” ujarnya.
Pembatalan moratorium pinjaman, kata Etikah, harus dibarengi dengan reformasi sistem. Terutama terkait dengan aturan dan ketentuan untuk pinjaman baru. Ini juga sebagai upaya menutupi keberadaan pinjaman ilegal setelah moratorium dicabut.
“Pinjaman liar dapat meningkat jika tidak ada pengaturan yang memadai dan pengawasan yang efektif. OJK harus bekerja sama dengan lembaga lain untuk membuat aturan yang jelas dan pembatasan yang tegas terhadap pelaku ilegal,” ujarnya.
Diketahui, saat ini terdapat 102 pinjaman yang telah resmi terdaftar di OJK. Hingga April 2023, fintech telah menerbitkan pinjaman agregat sebesar Rp. 601,41 triliun.
Sementara itu, akumulasi pinjaman fintech per April 2023 telah mencapai Rp50,5 triliun dengan Tingkat Keberhasilan Pembayaran (TKB) pada hari ke-90 sebesar 97,18%.
Dengan diberlakukannya moratorium pencabutan klaim kredit, inklusi keuangan diharapkan semakin meningkat. Hal ini karena masyarakat dapat lebih merasa aman dan nyaman dalam memanfaatkan layanan keuangan. Kunjungi indopulsa.co.id untuk informasi lebih lanjut tentang layanan keuangan yang tersedia.