“Melangkah di Tengah Badai Perbankan AS”

Berjalan di tengah badai perbankan AS membutuhkan ketangguhan yang luar biasa. Terlebih lagi, dengan pandemi Covid-19 yang sedang mewabah, tantangan semakin berat. Namun, para pemimpin perbankan AS terus berusaha untuk mengatasi situasi ini dengan berinovasi dan mengambil tindakan yang tepat. Meski perjalanan masih panjang, namun dengan semangat pantang menyerah, mereka yakin akan bisa melewati badai ini dan kembali bangkit.

IndoPulsa.Co.id – Berjalan di Tengah Badai Perbankan AS

Oleh Karnoto Mohamad, Wakil Pemimpin Redaksi Infobank

ALARM krisis masih berkecamuk dari Amerika Serikat (AS) dan daratan Eropa. Pasalnya, suku bunga acuan terus naik, sejumlah bank tumbang, dan banyak dunia usaha yang lesu sehingga terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Federal Reserve baru saja menaikkan suku bunga acuan untuk kesepuluh kalinya dalam waktu kurang dari setahun menjadi 5,25% dan diperkirakan akan menurun mulai awal tahun 2024. Demikian pula suku bunga acuan di Eropa diperkirakan akan berlipat ganda menjadi 4,25% pada kuartal keempat. tahun 2023.

Sementara itu, penurunan beberapa bank seperti Silicon Valley Bank (SVB) di AS dan Credit Suisse di Swiss terutama dipicu oleh kenaikan suku bunga yang menyebabkan bank-bank tersebut mengalami spread negatif yang mengakibatkan kerugian dan gagal mengelola risiko penarikan dana oleh pelanggan mereka. Selain SVB, bank lain di AS yang gagal sejak 2020 adalah Signature Bank, Silvergate Bank, Almena State Bank, First City Bank Florida, First State Bank, dan Ericson State Bank.

Pengetatan likuiditas global juga membawa musim dingin di sektor ekonomi digital (technology winter). Karena aliran dana yang semakin menipis, banyak startup digital di dunia yang terengah-engah dan terpaksa merampingkan tenaga kerja mereka. Bahkan, raksasa teknologi seperti Google, Meta, Microsoft, Salesforce, hingga Twitter, telah merumahkan ribuan hingga puluhan ribu pekerja sejak pandemi COVID-19.

Celakanya, gelombang PHK di AS melanda semua sektor yang bisnisnya sedang lesu. Contohnya termasuk Delloite, yang memberhentikan 1.200 pekerja, Ernst & Young, yang memberhentikan 3.000 pekerja, dan McKinsey & Co, yang memangkas hampir 2.000 pekerjaan. Setelah memangkas 2.500 pekerjaan pada Januari, Perusahaan 3M dikabarkan akan merumahkan 6.000 pekerja di seluruh dunia. Terakhir, GAP mengumumkan rencana untuk memangkas 1.800 pekerjaan. Tingkat pengangguran di AS terus meningkat hingga diperkirakan mencapai 4,3% di akhir tahun, begitu juga di Eropa yang akan mencapai 7,3%.

Di Asia, startup digital sudah mengalami kekeringan pendanaan, yang turun hingga 60% sejak tahun lalu. Dampaknya sudah sampai ke Indonesia dimana sejak kuartal kedua tahun 2022, puluhan startup digital mengalami masalah arus kas dan harus mem-PHK banyak karyawannya. GOTO melakukan yang paling banyak, yaitu Desember lalu memangkas 1.300 orang dan dilanjutkan Maret lalu, memangkas 600 karyawannya. Demikian pula, raksasa e-commerce Shopee telah memangkas ratusan pekerjaan tiga kali dalam enam bulan terakhir. Startup lain yang memangkas karyawannya antara lain Grab, Ajaib, OLX, Moladin, Seeds, LinkAja, Fazz, Sayurbox, Zenius, dan Pahamify. Bahkan, startup seperti Beres.id, Tanihub, dan JDID sudah dinyatakan bangkrut.

Sektor perbankan diam-diam telah melepaskan tenaga kerjanya selama beberapa tahun terakhir. Menurut Biro Riset Infobank (birI), jumlah pegawai di bank umum terus menurun dari 484.543 orang di tahun 2014, menjadi 427.324 orang di tahun 2021. Namun, pengurangan tenaga kerja di perbankan merupakan hasil dari transformasi digital dimana jalur layanan di kantor cabang dikurangi dan dialihkan ke perangkat digital milik pelanggan sendiri.

Pasalnya, selama ini perbankan di Indonesia tetap tumbuh positif, meski banyak bank di AS dan Eropa yang gulung tikar. Para bankir optimis tahun ini dapat melanjutkan kinerja yang telah dicapai pada tahun 2022. Tahun lalu, industri perbankan mencatatkan laba hingga Rp201,81 triliun atau melonjak 44% dari laba tahun 2021 sebesar Rp140 triliun. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan laba perbankan sebesar Rp40,07 triliun per Februari 2023, atau meningkat 29,72% dari periode yang sama tahun 2022.

Selain perbankan, start-up yang menyediakan pinjaman berbasis aplikasi atau pinjaman Peer to Peer (P2P) atau pinjaman online (pinjol) juga terus mencatatkan pertumbuhan kinerja. Menurut OJK, outstanding pembiayaan tekfin P2P hingga akhir 2022 meningkat 71,09% menjadi Rp51,12 triliun dengan kualitas pembayaran 2,78%. Padahal, industri P2P yang sebelumnya mengalami kerugian sudah mulai meraup untung sejak Januari tahun ini.

Fintech P2P yang sebelumnya sangat bergantung pada pendanaan eksternal, berupaya membenahi struktur keuangannya agar biaya operasional atas pendapatan operasional (BOPO) di bawah 100% mulai November 2022. Selain efisiensi, besarnya permintaan pendanaan dari masyarakat , khususnya usaha mikro, kecil dan menengah (UKM), telah memberikan ruang tekfin P2P untuk terus berkembang.

Dari kasus kegagalan beberapa bank di AS dan Eropa serta maraknya start-up digital di saat perbankan P2P dan lembaga pemberi pinjaman di Indonesia masih berkembang, ada beberapa pelajaran penting yang dapat dipetik sebagaimana dilansir dari Infobank Institute.

Pertama, tata kelola dan manajemen risiko harus diterapkan secara disiplin untuk menghadapi dinamika eksternal yang selalu ada dan tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan. Kegagalan Credit Suisse yang merusak reputasi Swiss sebagai negara paling aman menaruh uang tak lepas dari praktik bad governance yang berujung pada penggelapan pajak, korupsi dana bailout untuk Mozambik, hingga skandal Archegos dan Greensill Capital. Demikian pula, SVB gagal mengelola aset dan liabilitas serta gagal mengurangi risiko penarikan besar-besaran yang terjadi secara bersamaan (bank runs).

Kedua, pendapatan bunga dari pinjaman menjadi penopang penting di tengah ketidakpastian. Itu sebabnya bank dan pinjaman P2P terus tumbuh di tengah musim dingin yang baru dimulai dan runtuhnya beberapa bank di AS. Jadi, jangan salahkan bank mencetak net interest margin (NIM) yang tebal, karena itu akibat masih rendahnya tingkat financial deepening di Indonesia bahkan memberi ruang bagi bank untuk terus berkembang. Rendahnya rasio pinjaman terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang berada di bawah 50% memberikan keleluasaan bagi lembaga perantara untuk menyalurkan dana yang dihimpunnya. Bandingkan dengan negara-negara yang pasar kreditnya sudah jenuh, sehingga bank seperti SVB atau Credit Suisse harus menyalurkan dananya ke surat utang.

Ketiga, pentingnya diversifikasi baik dari penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Bank yang dana pihak ketiganya (DPK) terkonsentrasi pada beberapa deposan besar dan dalam kelompok yang sama, sangat rentan dari sisi pembiayaan. Demikian pula dalam hal aset, jika sebagian besar ditempatkan pada satu sektor atau kelompok juga sangat berisiko. Misalnya SVB yang sebagian besar dananya ditempatkan di sektor startup, menjadi sulit bagi startup digital untuk memasuki musim dingin.

Keempat, bank harus memperoleh keuntungan walaupun kecil agar tidak mempengaruhi modal dan menjaga kepercayaan deposan dan investor. Runtuhnya Credit Suisse adalah contohnya karena telah kehilangan uang selama dua tahun berturut-turut sampai harga sahamnya jatuh ke titik terendah sepanjang masa pada awal Maret dan para deposan yang menikmati suku bunga tinggi sibuk menarik dana mereka. Oleh karena itu, bank yang telah memperoleh laba juga harus secara konsisten menjaga pertumbuhan kinerjanya secara berkelanjutan sehingga investor merasa yakin dengan produktivitas modal yang ditanamkan pada banknya. Turunnya harga saham bank digital sejak tahun lalu juga menjadi pelajaran bagi kita tentang pentingnya fundamental keuangan perusahaan.

Apa yang memengaruhi kemampuan bank untuk menghasilkan laba di tengah badai perbankan AS? Berapa peringkat rasio beban dana terhadap DPK di bank umum dan bagaimana peta layanan menurut survei Banking Service Excellence Monitor 2023? Bank mana yang terbaik dalam layanan unggulan tahun ini? Baca selengkapnya di Majalah Infobank Nomor 541 Mei 2023?

Meski badai perbankan di AS belum sepenuhnya mereda, namun hal itu tak menghalangi para pengusaha untuk terus berjalan maju. Seperti halnya di Indonesia, bisnis pulsa dan pembayaran online tetap menjadi pilihan yang cerdas. Indopulsa.co.id menjadi salah satu pilihan terbaik dengan menyediakan berbagai layanan pembayaran online yang lengkap. Kunjungi website mereka sekarang!

indopulsa logo

Aplikasi jual pulsa & kuota paling murah, voucher game, emoney / uang elektronik, token listrik, voucher internet, tv dan bayar tagihan online paling lengkap di Indonesia dengan sistem satu saldo deposit untuk semua layanan.

Contact

PT. KIOS PULSA INDONESIA

Nguntoronadi RT25 RW01, Kec. Nguntoronadi Kab. Magetan, Jawa Timur 63383